Under These Skies Chapter 8

Under These Skies Chapter 8

image

Title: Under These Skies
Cast: Min Yoon Gi, Ryu Ye Rin
Genre: Angst, Hurt/Comfort, Romance, AU
Cover by: Nadse Hwang
WARNING; Lot of typo, diksi tanpa arah jalan pulang, tidak sesuai harapan dan jauh dari ekspektasi kalian saya tidak tanggungjawab/? *loh

©2017 Nadhea Rain

Chapter 8

~~~

Story begin..

Min Yoon Gi POV

Senin

Tidak ada yang istimewa selama dua hari setelah shift malamku berakhir di sabtu pagi. Aku libur dan hal itu tentu saja kumanfaatkan dengan berhibernasi. Dan aku tidak bisa menghentikan senyum ketika mendapati wajah sumringah Sang Hyun menghiasi meja makan hari ini. Topik yang sama kembali diangkat. Tentang kunjungan ibu dan bocah kecilku ke rumah Sung Jin.

“Ayah tidak sarapan?” Sang Hyun mengalihkan senyumku. Aku mengangguk, mengatakan bahwa baru saja meneguk kopi agar tidak membuatnya khawatir. Sejujurnya perutku sedikit bermasalah jadi aku tidak ingin memakan sarapan sepagi ini.

Kami berangkat setelah berpamitan pada ibu dan ayahku. Hari ini mereka memilih untuk menyibukkan diri dengan memangkas pohon. Dugaan kuatku ayah baru saja mendapat hari libur setelah shift panjang di akhir minggu. Ah, awal minggu yang baik dengan liburan.

Saat mobilku berhenti, Sang Hyun segera turun dan berlari menubruk Sung Jin. Awalnya aku sama sekali tidak mengerti mekanisme permainan yang sedang mereka mainkan ketika bertemu di depan gerbang. Namun saat aku melihat ibu Sung Jin mencekal pergelangan serta mencium keduanya, seringaiku muncul begitu saja. Sang Hyun dan Sung Jin benar-benar memerah. Mereka berjalan cepat menutupi pipi yang baru saja dikecup.

Atensiku kembali pada wanita tidak jauh dari tempatku berdiri. Bibirnya masih mengulas senyum manis. “Kau sangat ganas untuk ukuran seorang wanita.” Bibirku berkhianat. Aku tahu seharusnya aku memikirkan sesuatu yang lebih manusiawi untuk diucapkan sebagai awal percakapan. Namun siapa sangka satu kalimat itu justru membawa kami sarapan bersama seperti sekarang?

Kukira aku sedikit keliru menilai wanita ini. Ia benar-benar tidak memiliki rasa canggung terhadap seorang pria seperti para gadis umumnya. Bahkan juga tidak malu berbicara dengan mulut penuh muffin. Mungkin itulah yang mendasari senyum tidak lekas luntur dari bibirku. Seolah otot-otot di sekitar area mulutku benar-benar sering melakukannya.

Ketika topik mengenai Sang Hyun tengah dibicarakan, ia mendapat telepon. Wanita itu mengisyarat padaku agar menutup mulut dan aku membalasnya dengan kernyitan di dahi. Sial. Aku melupakan fakta bahwa wanita di hadapanku masih memiliki suami.

“Jangan main-main denganku, Brengsek.” Ia mengumpat keras. Cukup keras kurasa karena beberapa orang di meja dekat kami menoleh. Aku menunduk mengucapkan permintaan maaf untuknya. “Bicaralah dengan jelas siapa dan untuk apa kau menelepon? Kalau kau adalah keparat yang meninggalkanku delapan tahun lalu, aku bersumpah akan menutup telepon sekarang juga.”

Baiklah sekarang aku tidak mengerti. Wanita itu masih berbicara di telepon tengah mengungkapkan kemarahan. Lalu membanting kasar ponselnya ke atas meja. Dahiku masih mengerut saat ia mengusap wajah.

“Aku minta maaf telah mengumpat,” ujarnya menatapku. “Telepon iseng. Dia mengetahui namaku dan tertawa mengejek. Saat aku mengumpat, ia justru memberikan ceramah yang tidak penting.”

Aku tahu kekesalan itu pasti menjadi puncak kemarahannya. Semua orang benci telepon iseng termasuk aku. “Kau benar-benar ganas, Ryu Ye Rin.” Dan aku berusaha mengunci rapat mulutku agar tidak menanyakan perihal keparat yang meninggalkannya delapan tahun lalu.

Selasa

Saat aku mengunyah kue di depan televisi, pintu ruang istirahat dokter kembali terbuka. Aku hanya menoleh sebentar mendapati Dokter Kim Seok Jin tersenyum bergabung denganku. Ia adalah dokter UGD. Secara tidak langsung kami sering bertemu saat bertugas.

“Ingin mendengar sebuah lelucon, Hospitalis dan Dokter Anak Min Yoon Gi?” Seok Jin benar-benar mengerti cara membuat seseorang kehilangan selera makan. Menyebutkan profesi ganda yang kujalani adalah hal terakhir yang terpikirkan untuk menyapa seseorang. Aku mengangguk, masih fokus memakan kue dan melupakan acara televisi yang baru saja kutonton. “Jeruk apa yang berwarna ungu?”

Dahiku mengerut. Ia adalah pemberi lelucon paling payah. “Kau dan aku sama-sama tahu jika jeruk berwarna oranye.” Aku berusaha tidak menanggapi namun dia justru kembali memberikan fakta.

“Ada jeruk yang berwarna ungu. Dan aku tahu itu,” ujarnya. Ia terlihat berapi-api.

Aku tahu seharusnya tidak usah menanggapi berlebihan ocehan Seok Jin tapi mulutku tidak bisa berhenti bertanya. “Jeruk apa?”

“Jeruk di musim janda. Hahaha.” Seok Jin tertawa sementara aku memutar mata. Ia pergi meracik kopi dan aku berusaha kembali fokus dengan acara televisi. Setidaknya drama yang ditayangkan membuatku sejenak melupakan tugas meladeni anak-anak setelah ini.

Saat pemeran utama dalam drama menangis di rengkuhan ayahnya, sirine berbunyi memekakkan. “Code black. Code black. Terjadi insiden kebakaran di gedung televisi ISN. Ada dua puluh tiga korban luka dibawa ke UGD. Dokter yang tidak bertugas diharapkan segera membantu.”

Sial. Aku segera mematikan televisi dan berlari. Di sela-sela langkah kaki, aku masih bisa mendengar gerutuan Seok Jin tentang tidak adilnya situasi code black saat dia menyeduh kopi.

Rabu

“Apa kau masih sakit hati dengan perkataan ibumu?” Aku mengambil duduk di samping Sang Hyun yang tengah menggelitiki Jiangyou. Ia menggeleng kemudian menatap kedua mataku.

“Ibu punya alasan kuat yang tidak kumengerti. Dan ayah merasa sudah tidak cocok dengannya.”

Aku tersenyum melihat tidak ada rasa kecewa tergambar di manik putraku. “Kalau begitu, bagaimana jika kita membeli rumah baru dan melupakan ibumu? Maksud ayah, kita harus memulai hidup baru.”

Sang Hyun kembali mengangguk. Ia kembali menatap Jiangyou yang nampak mendengarkan percakapan kami barusan. “Hei, Kecap. Kau setuju untuk pindah dan memiliki saudara baru, ‘kan?”

Jiangyou menggonggong keras. Senyumku hinggap begitu saja namun segera menghilang setelah mencerna perkataan Sang Hyun. “Apa maksudnya memiliki saudara baru?”

“Ayolah, Ayah…,” rengek Sang Hyun. Jiangyou pun ikut merengek dengan mata super itu. Aku mengangguk pasrah. “Dan satu lagi. Ayah harus mencari rumah di dekat rumah Sung Jin.”

Kamis

Aku kembali bertemu Ryu Ye Rin saat mengantarkan Sang Hyun. Hari ini ia memakai setelan kaos dan celana pendek seperti biasa. Dan entah mengapa aku harus menampar mataku karena tidak berhenti menelusuri raut wajah wanita ganas itu.

Aku berjalan mendekat. Ia segera bereaksi dengan menoleh padaku. Senyumnya kembali mengembang dengan menunjuk interaksi Sung Jin dan Sang Hyun. “Lihat? Aku seperti membesarkan dua anak sekaligus.”

Aku mengikuti arah telunjuknya. Menerbitkan senyuman menyetujui pernyataan barusan. “Kau mencium mereka setiap hari?” tanyaku penasaran. Hari ini Sang Hyun juga mendapatkan ciuman sama seperti hari-hari sebelumnya.

Ye Rin mengangguk. “Mereka menggemaskan. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mencium keduanya.”

Ya. Terlihat jelas jika Ye Rin benar-benar antusias. Aku merasa Sang Hyun mendapatkan kembali kasih sayang seorang ibu meski hanya sedikit. “Omong-omong, ada rumah kosong di sekitar tempat tinggalmu? Aku dan Sang Hyun berencana pindah.”

Ye Rin terlihat serius. Sejurus kemudian ia meminta ponselku. Dahiku mengerut namun tetap mengeluarkan ponsel dari saku celana. “Kurasa kemarin aku mendengar seorang di ujung gang yang ingin menjual rumah. Akan kupastikan lagi jadi aku harus tahu nomor teleponmu. Ponselku tertinggal di atas meja.” Ia menekan sederet angka. Kemudian menekan tombol panggil. “Selesai. Aku akan menghubungimu nanti.”

***

Ponselku bergetar saat aku berada di ruang pasien. Aku meminta Naomi untuk menggantikanku sebentar selagi mengecek panggilan. Nama Ye Rin tertera di sana. Aku tidak mengerti hal ini tapi bibirku mengembangkan senyum begitu saja.

Memilih mengabaikan hingga getar ponselku berakhir, aku kembali menjalankan tugas dengan senyum misterius di wajah Naomi. “Anda terlihat gembira, Dokter Min.” Naomi memulai percakapan sesaat setelah kami berpamit pada keluarga pasien.

Sudut bibirku sedikit terjinjing namun aku tidak menjawab pertanyaan menjebak itu. “Kunjunganku sudah selesai, ‘kan?”

Naomi mengecek kembali clipboard di tangan lalu mengangguk lima detik kemudian. Aku berjalan mendahuluinya. Segera mengambil ponsel menggeser tanda hijau.

“Aku tidak tahu menghubungi dokter sepertimu butuh perjuangan ekstra.”

Lagi-lagi senyumku langsung hinggap begitu saja. Mendengar seorang wanita berbicara di telepon kecuali ibuku membuat suasana terasa berbeda. Aku mencoba meminta maaf. Lalu ucapan Ye Rin mengalir begitu saja.

Ia mengatakan seorang di ujung gang ingin menjual rumah. Aku diminta segera berkunjung untuk melihat-lihat dan aku membuat janji sore ini. Lebih cepat lebih baik. Ayah dan ibuku sudah memberikan restu atas kepindahan ini.

Jum’at

Sang Hyun terus menanyakan kapan kepindahan kami segera terlaksana.

Sabtu

Sang Hyun tetap tidak bisa diam. Sejujurnya aku sudah memberi tahu bahwa kami akan pindah minggu depan.

Minggu

“Bukankah Ayah berjanji akan memberikan keluarga baru untuk Jiangyou?” Sang Hyun duduk di perutku. Berusaha membuatku terjaga dengan mengingatkan janji manis itu. Kelopak mataku masih terasa berat untuk sekadar dipaksa terbuka. “Ayah… ini sudah jam sepuluh pagi. Kau tidak bisa tidur lebih lama lagi.”

Aku mendengus. Mengusap mata dengan tangan tidak ingin membuat Sang Hyun kecewa. “Sejak kapan kau menyalin ucapan ibumu untuk membangunkanku?”

Tawa Sang Hyun menggema di telingaku. Ia amat sangat tahu kalimat itu mampu membuatku membuka kelopak mata. Karena jika tidak, Vivian akan dengan amat sangat tega menyiramku dengan air. Kenangan lama yang cukup menggelitik.

“Baiklah. Ayah sudah bangun.” Sejujurnya aku masih enggan meninggalkan ranjang. Namun Sang Hyun segera turun dan menarik tanganku kuat-kuat.

“Pertama, Ayah harus mandi,” ujarnya membawaku ke dalam kamar mandi. “Aku akan menunggu di luar untuk memastikan Ayah tidak tertidur.”

Aku memutar mata. Sejak kapan pria kecilku jadi seorang diktator seperti ini?

***

Selesai dengan mandi dan sarapan pagi, Sang Hyun segera menarikku kembali untuk segera mengeluarkan mobil dari garasi. Ia memiliki rencana yang sudah tersusun rapi; menjemput Sung Jin agar membantunya memilih satu anak anjing. Aku tidak bisa menolak. Tepatnya aku tidak bisa berkata tidak terhadap putraku sendiri.

Kami menirukan lagu di sepanjang jalan. Tertawa keras ketika suaraku lebih parah daripada kaleng yang diseret. Sung Jin sudah berada di depan teras saat kami tiba. Dan aku bisa melihat Ye Rin di belakangnya.

Sang Hyun membuka sabuk pengaman dan turun mendahuluiku. Aku masih berlama-lama di samping mobil belum berniat menghampiri mereka. Pria kecilku mencium Ye Rin meminta restu membawa Sung Jin. Dan tentu saja Ye Rin kembali membalasnya dengan dua ciuman masing-masing di pipi kanan dan kiri.

Anak-anak segera masuk dalam mobil namun aku masih berdiri di tempatku. “Aku akan menculik anakmu hari ini,” ujarku tenang. Ye Rin menaikkan jari tengah padaku dan aku tidak bisa tidak menyeringai.

“Kau harus mengembalikannya dalam keadaan utuh, Dokter Sombong. Aku tidak mau harga diriku sebagai ibu yang baik tercoreng untuk kesekian kalinya.” Ye Rin meletakkan tangan di depan dada.

Aku menaikkan sudut kiri bibirku. “Mobilku masih muat untuk satu orang lagi, jika kau mau.”

“Dan aku akan dianggap sebagai istri Dokter Berkepala Besar sepertimu?” Ia dengan cepat menyahut perkataanku.

Seringaiku masih tetap hadir. “Kau tahu, Ryu Ye Rin. Mayoritas wanita menyukai lelaki berkepala besar.”

Kurasa ia tahu maksudku karena pipinya sedikit memerah. Ye Rin kembali menaikkan jari tengah. “Pergilah, Brengsek. Aku tidak dibayar untuk meladeni ocehanmu.”

Dan aku tertawa. Sang Hyun menurunkan kaca mobil melirik arah Ye Rin. “Bibi, kau berhutang seribu won padaku dan Sung Jin.”

Ye Rin memutar mata. Memberikan gestur mengusir padaku dan aku sempat kembali menyeringai padanya. Aku tidak mengerti sejak kapan tepatnya kami jadi seakrab ini.

To Be Continued..

A/N: Maafkan minggu lalu gak update ya >< menyiapkan hati buat The Wings Tour soalnya wkwk. Ada yang masih baper gak? 😀

Pembaca yang Baik adalah Pembaca yang Meninggalkan Jejak *NgilangbarengSuga wkwk

4 thoughts on “Under These Skies Chapter 8

    1. Hai ^^ hehe. Makasih sudah sempetin baca ya 😘😘 wah okeoke ^^ maaf minggu ini gak update kayaknya >< kalo update mungkin hr ini atau besok ^^ ditunggu ya 😉

      Like

Leave a comment