Breathe [BTS Version] Chapter 6

Breathe [BTS Version] Chapter 6

image

Alunan piano klasik terdengar melingkupi mobil BMW Z4 Coupe metalik hitam yang melaju konstan membelah jalanan ramai lancar Ilsan. Seorang pria dan wanita hamil–penumpang mobil–tengah bercengkerama asyik, sesekali tangan si pria mampir ke perut sang wanita, membelai sayang yang dihadiahi tendangan-tendangan kecil dari sang buah hati. Mereka tertawa bersama.

“Bisakah kita mampir ke toko kue sebentar, Sayang? Anak kita ingin menyicipi kue bibi Jung,” si wanita berujar. Fokusnya mengarah pada sang pria beserta segurat lengkung.

Alih-alih mengangguk, sang pria justru menggeleng. Mendesah kecewa lalu berujar, “Aku minta maaf. Tapi aku sudah benar-benar terlambat rapat, Sayang. Ini bukan rapat sembarangan.”

Wanita hamil menggeleng cepat, “Demi Tuhan, kau adalah seorang produser. Terlambat sebentar saja tidak akan membuat mereka mengambil keputusan.”

Tak terduga si wanita justru bergerak melepas sabuk pengaman. Air mata sudah menggenang di kedua pelupuk mata. Ia sungguh benci hormon ini. Hormon di mana ia akan menjadi wanita paling sensitif sepanjang hidupnya. “Turunkan aku,” si wanita kembali bercicit.

“Tidak, Sayang. Kumohon. Jangan bertindak konyol. Pasang sabuk pengamanmu sekarang juga.” Sang pria menggapai sabuk pengaman dengan tangan kiri, fokusnya tetap memerhatikan jalan yang bertambah padat. Namun si wanita menepis tangannya, mencoba membuka kunci pintu.

“Tidak. Turunkan aku atau aku akan melompat!” Kunci pintu berhasil terbuka. Tangannya baru saja hendak membuka pintu sebelum si pria nekat menggunakan tangan kanan untuk menghalanginya. Pandangan pria itu teralih, bukan lagi waspada dengan kendaraan namun mengkhawatirkan istrinya.

“Kim Nam Joon, AWAS!”

.
.
.
.

Title: Breathe
Cast: Jeon Jung Kook, Im Na Young, Han Sa Na
Genre: Marriage Life, Angst, Romance, AU
Cover by: Nadhea Rain Art
WARNING; Mengandung kekerasan dan bumbu ‘Marriage Life’ lain jika tidak kuat silakan klik tombol BACK, lot of typo, diksi tanpa arah jalan pulang, tidak sesuai harapan dan jauh dari ekspektasi kalian saya tidak tanggungjawab/? *loh

Copyright2016 Nadhea Rain

Chapter 6

~~~

Story begin..

“Dia tidak akan ikut denganmu,” suara baritone menginterupsi Na Young dan Tae Hyung. Mereka mendongak hampir bersamaan, memasang ekspresi terkejut menatap Jeon Jung Kook berdiri tidak jauh dari keduanya. Pria itu terlihat berang dengan sejumput seringai menghias bibir merah alami miliknya. “Na Young akan pulang bersamaku. Ke rumah kami. Dia istriku jika kau lupa,” tambah Jung Kook bersiap mendekati Na Young.

Samar Na Young menggeleng. Cairan bening merangsek memenuh-sesaki netra, beberapa di antaranya bahkan sudah kembali tumpah, membentuk anak sungai di pipi-pipinya. Na Young tidak mau lagi. Tidak karena sang buah hati tidak menginginkan bertemu ayahnya saat ini. Tidak karena ia tidak mau kembali sakit hati.

Jung Kook kembali mendekat. Meraih tangan Na Young, mengajak beranjak namun wanita hamil itu masih saja menggeleng. Meronta meminta prianya melepaskan cengkeraman. “Kaulihat? Dia bahkan jadi istri pembangkang setelah berselingkuh denganmu. Tidak kusangka selera kita masih sama,” Jung Kook menyeringai, makin mempererat cengkeraman di tangan Na Young. “Bukankah semua kriteria wanita idaman kita ada di diri Na Young?”

Kim Tae Hyung membelalak tak percaya. Seingatnya teman–mungkin bisa dikatakan seperti itu–seperjuangannya tidak pernah berbicara sedingin dan setajam ini. “Selingkuh?” dahinya sukses mengerut. Bingung. Ia tidak mengerti.

“Apa aku perlu memberikan bukti agar amnesiamu hilang?” Jung Kook masih menyeringai. Kilat amarah semakin menutupi netra kelam miliknya, membuat warnanya semakin pekat. “Aku tidak terkejut jika ternyata kaulah ayah dari bayi yang istriku kandung. Bukan begitu, Perusak Rumah Tangga?”

Jung Kook menggeram. Habis sudah stok kesabaran yang mati-matian ia pertahankan. Cengkeramannya memudar. Ia beranjak, melayangkan tinju tepat di rahang Tae Hyung yang masih terperangah tak percaya. Tidak hanya sekali, serangannya bahkan bertubi-tubi. Membuat Tae Hyung tersungkur dengan darah segar mengalir dari bibirnya.

Tangis Na Young pecah. Meronta, ia meringis memerhatikan pemandangan yang tersuguh di depan mata. Ini semua salahnya. Ini semua karena dirinya. Semua orang yang dekat dengannya jadi terluka.

Tae Hyung menangkis tendangan yang hampir mengenai perutnya. Bangkit, memberi pukulan balasan tepat di area yang sama dengan pukulan pertama Jung Kook. Mereka saling menyerang, saling memukul. Hasrat ingin membunuh tertanam di keempat mata yang semakin berkabut amarah.

“Berhenti. Kumohon berhenti,” Na Young mengiba masih berdiri kaku di tempat semula. Ia tahu baik Jung Kook maupun Tae Hyung tidak akan ada yang mau mengalah. Ia mengerti mereka bisa saja benar-benar saling membunuh. “Kumohon berhenti, aku akan ikut pulang bersamamu, Jeon Jung Kook. Berhenti.”

Nihil. Tidak ada satu pun dari mereka yang mendengarkan permintaan Na Young. Tidak sampai wanita hamil itu menggapai lengan Jung Kook yang hendak melayangkan pukulan kembali. Tidak sampai tinjuan Jung Kook justru bersarang tepat di rahang Na Young, bukan pada Tae Hyung. Tidak sampai Na Young tersungkur, terjerembab dengan rintihan-rintihan.

“Na Young?” Jung Kook terkesiap. Kilat amarah di manik hitamnya berganti sirat khawatir. Ia menjatuhkan diri, memeriksa wajah istrinya yang kini dihiasi memar kebiruan. “Brengsek!” ia memaki dirinya sendiri.

Sementara Tae Hyung tidak kalah panik. Ingin menyentuh namun ia takut kesalahpahaman justru semakin mengakar, ingin membiarkan namun rasa peduli pada rekan mengajarnya kian membesar. Tanpa pikir panjang ia merogoh saku, mengeluarkan benda pipih, melakukan panggilan. “Ambulans akan datang sebentar lagi.”

“Aku tidak butuh bantuanmu.” Jung Kook bersikukuh. Membopong tubuh Na Young yang masih bergetar. Namun baru empat langkah wanita hamil itu memekik keras. Terlihat begitu kesakitan, lebih menyakitkan dibanding akibat dari pukulan tadi.

“Jangan menolak, Brengsek. Istrimu perlu penanganan khusus!”

***

Jeon Jung Kook dan Kim Tae Hyung terlihat tidak tenang. Satu di antaranya duduk memangku wajah, memanjat doa-doa tiada henti. Satu lainnya menengadah, sesekali hendak membuka paksa pintu Unit Gawat Darurat di depannya. Bahkan mereka tidak peduli dengan kondisi tubuh masing-masing.

Pria dengan jaket merah–Jung Kook–menjatuhkan diri, duduk berjarak dua kursi dari Tae Hyung. Raut wajahnya terlihat semakin khawatir, tergambar jelas gurat-gurat rasa bersalah melingkupi paras tampannya. Ia memaki diri dalam hati. Bagaimana jika istri dan janin yang dikandung tidak bisa diselamatkan? Pertanyaan itu meracuni otaknya. Mendominasi hingga denyut sakit ia rasa menyebar hingga sel-sel terkecil tubuhnya.

Na Young mengalami pendarahan tepat setelah ia dengan keras kepala hendak membawa istrinya sendiri. Darah menggenang, pekik keras, tubuh dingin dan gemetar, serta bibir yang kian memucat berputar-putar dalam ingatannya bagai kaset rusak. Dua puluh empat menit. Sudah dua puluh empat menit terlewat namun pintu UGD belum juga terbuka.

Jung Kook tidak tahu, tidak memperkirakan efek buruk yang akan terjadi pada kandungan Na Young. Dalam otaknya hanya tertanam bahwa istrinya adalah wanita kuat, istrinya adalah wanita hebat, istrinya pasti bisa menjaga calon buah hati mereka dengan baik. Namun apa yang ia pikirkan justru salah besar. Jika harus menyalahkan, ialah yang seharusnya disalahkan.

Karena ia telah sengaja membebani pikiran istrinya. Ia sengaja menampar istrinya jika sudah berulah dengan Sa Na. Ia sengaja membuat istrinya menangis.

Pintu menjeblak dan Jung Kook sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Beberapa pertanyaan berkecamuk minta diberikan jawaban. Spekulasi-spekulasi kemungkinan baik dan buruk pun juga memiliki tempat di otaknya. Hingga tanpa sadar kedua tangan sudah mencengkeram erat kemeja sang dokter. Berteriak menumpahkan sumpah serapah meski sejatinya pelayan kesehatan itu belum mengumumkan hasil.

“Istri anda tidak mengalami keguguran, Tuan. Beliau hanya terkena infeksi panggul,” sang dokter menerangkan. Masih bisa tersenyum meski telah dibentak habis-habisan.

###

Sayup cicit burung-burung kecil mendendang melodi apik. Mengirama indahnya pagi bersama tetes-tetes embun yang mulai meninggalkan rerumputan. Bersama semilir bayu pembawa hawa sejuk menyingkap tirai-tirai jendela. Surya bersinar gagah tanpa ditemani satu pun mega berarak. Pagi yang indah.

Jung Kook menyibak tirai jendela. Membawa masuk oksigen baru seraya berlengkung manis pada sang istri tercinta. Kaki-kakinya melangkah mendekati bangsal, beringsut mengecup pucuk rambut Na Young seraya menggumam, “Aku pergi mengurus ijin cutimu sebentar. Sae Na akan datang.”

Na Young mengangguk lirih menatap punggung suaminya yang sudah menghilang di balik pintu. Selalu seperti ini. Selalu ditinggal sendiri lagi dan lagi. Ia mendesah.

Tidak bisakah suaminya mengerti arti tentang menemani istrinya sakit?

**

“Selamat datang di Toko Bunga Han,” Sa Na membungkuk manakala pelanggan memasuki toko miliknya. Mengekor di belakang, ia membiarkan sang calon pembeli melihat-lihat. Tepat di rak bunga peony ia berhenti. Menatap lama-lama kelopak merah muda di hadapannya.

“Ada legenda mengatakan nama peony berasal dari Paeon–dokter para dewa–yang menerima bunga di Gunung Olympus dari ibu Apollo.” Satu suara familiar hinggap di ingatan Sa Na. Suara yang dulu mengisi hari-hari sepinya. Suara yang entah mengapa kini ia rindukan.

“Permisi? Bisakah kau membantuku memilih bunga untuk ulang tahun pernikahan?” si pelanggan bercicit. Mengembalikan angan Sa Na yang tengah terbang jauh. Mengangguk, ia tersenyum cukup canggung. Liquid bening menggenang begitu saja. Mati-matian ia menahan untuk tidak mengeluarkan isakan.

Sa Na menengadah. Mengambil napas panjang lantas ia menjawab, “Berapa usia pernikahan kalian?”

“Enam–ah–tujuh. Ya. Tujuh tahun,” pria umur tiga puluh tahunan menggaruk tengkuk seraya menghitung dengan jari. Mau tidak mau Sa Na menyunggingkan senyum. Bagaimana bisa pria ini melupakan usia pernikahannya sendiri? Kekeh Sa Na dalam hati.

“Freesia cocok untukmu, Tuan. Kau akan segera mendapatkannya.”

***

Pintu ruang rawat Na Young menjeblak. Menampilkan Yoon Gi dan Ye Rin yang langsung melesat masuk tanpa ragu. Ye Rin memercepat langkah, menubruk tubuh Na Young yang tengah bersandar dengan novel di tangannya.

Na Young memekik keras melepas pelukan tiba-tiba sahabatnya sejak memakai popok. “Terima kasih. Kau benar-benar tahu cara membuatku sesak napas,” ketusnya mendelik sebal. Sementara yang ditatap hanya mampu memberi cengiran lebar.

“Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri jika calon keponakanku benar-benar tidak bisa diselamatkan.” Ye Rin mengambil duduk di kursi sebelah bangsal. Mengingat kembali wajah menyeramkan Tae Hyung berujung Inkuisisi Spanyol yang ia lakukan sendiri.

Tae Hyung menceritakan bahwa Na Young mengalami pendarahan, tepatnya infeksi, lalu ia segera menghubungi Yoon Gi. Bahkan tidak tanggung-tanggung sore setelah mengajar ia langsung datang ke rumah sakit tanpa berganti pakaian. Ia sungguh mengkhawatirkan keadaan Na Young.

“Aku baik-baik saja. Aku adalah atlet taekwondo jika kau lupa,” kekeh Na Young meyakinkan sahabatnya. Meski masih sedikit perih, tambah Na Young dalam hati. Ia menatap Yoon Gi yang memilih duduk di sofa tidak jauh dari keduanya. Jas kebesaran pria itu bahkan belum tanggal.

Ye Rin mendecih memutar mata jengah. “Jangan pura-pura kuat, Nyonya Jeon.”

Na Young mengangkat bahu. Kembali menenggelamkan diri pada buku romantis kacangan yang ia bawa. Buku yang ia perkirakan sempurna untuk menemani suntuk kala lelah melarikan diri. Namun nyatanya belum juga sempat ia mendapat bus, dua orang paling penting di hidupnya sudah menyusul.

Tanpa sadar ia bicara begitu saja. Menceritakan kronologis kejadian yang ia alami sampai berakhir di ruang rawat seperti sekarang. Foto bodoh dari angle yang salah–yang menimbulkan kekacauan ini tercipta–ia beberkan. Di mana Taehyung tengah mengambil guguran daun pada surai Na Young, dan foto yang terlihat seperti Tae Hyung membelai sayang perutnya. Pada kenyataannya Tae Hyung tengah menjahili Na Young dengan kertas tempel bertuliskan ‘Awas Nyonya Jeon Galak’.

Lalu ceritanya kembali bergulir. Ketika Jung Kook meluapkan amarah dan mengatakan bahwa ia berselingkuh dengan Tae Hyung dan memukul dinding sebagai pelampiasan. Sa Na yang diam-diam menyungging tawa bahagia mendengar keributan terjadi, terus bergulir hingga ia mengemasi barang-barang dan melesat dengan coat melekat di tubuhnya.

Dua puluh menit menunggu bus malam–tidak seperti biasanya–bus tidak kunjung datang. Kemudian ia mendengar deru mesin dimatikan di menit ke tiga puluh tujuh dan Tae Hyung menghampirinya. Na Young tidak ingin bertemu pria itu jadi ia menolak bantuan Tae Hyung. Begitu sampai Jung Kook ikut datang memperkeruh suasana.

Mereka berkelahi. Saling mengadu kekuatan tanpa ada yang berniat mengalah. Aura ingin membunuh terpancar di tubuh keduanya hingga dengan nekat ia berdiri menjulang berniat melerai mereka.

Pukulan keras ia dapat. Lalu terjadi hal salah dengan dirinya. Ia merasa tubuhnya begitu sakit, keringat dingin serta erangan kesakitan lolos begitu saja. Na Young bahkan merasa cairan merembes dari pangkal paha. Lalu semua gelap. Tahu-tahu ia sudah ada di bangsal dengan tangan Jung Kook menggenggam erat telapak tangannya.

“Sampai kapan… sampai kapan dia akan memercayaiku?” Na Young menyeka leleh tangis yang mengaliri pipinya. Ia menutup novel, meletakkan di atas nakas. “Sampai kapan dia akan berhenti menyakitiku?”

“Dia tidak pernah memberiku waktu menjawab. Dia tidak pernah mendengarkanku.” Ye Rin membiarkan sahabatnya menangis mengeluarkan keluh kesah. Gadis Ryu mendekat, menggenggam tangan Na Young menyalurkan kekuatan. Ia tahu benar beban yang ditanggung Na Young begitu banyak. Ia juga tahu sahabatnya bukanlah tipe orang yang pandai menceritakan masalah pada orang lain.

“Seharusnya akulah yang marah. Ia membawa pulang wanita yang mengaku istri pertamanya dan aku diam saja. Ia sering menamparku meski aku tidak bersalah aku juga masih diam. Ia bercinta dengan Sa Na tapi tidak pernah menyentuhku pun aku diam saja. Aku mencintainya, Ye Rin, apa dia tidak mengerti hal itu? Apa dia begitu saja melupakan janji itu? Apa dia….” Tangis Na Young pecah. Runtuh sudah sikap pura-pura kuatnya selama ini. Tidak ada yang tahu masih banyak luka yang ia simpan sendiri. Tidak ada yang tahu berapa dalam ia tersiksa memelihara cinta ini.

Sementara di depan pintu, Jung Kook mengurungkan niat masuk ke dalam. Tangis serta ungkapan Na Young ia dengar jelas. Menimbulkan buncahan sesak memenuhi tiap-tiap anatomi hatinya. Benarkah ia telah melukai Na Young sejauh itu? Benarkah dirinya begitu tega pada wanita yang jelas-jelas ia cintai?

Menutup kembali pintu yang sebelumnya ia buka sedikit, Jung Kook membawa tubuh bersalahnya menjauh. Melangkah tanpa kenal tujuan. Bersama leleh bening yang baru saja menyeruak netra.

###

Wanita dengan dress hitam selutut membuntuti gerak-gerik Sa Na. Dalam jarak seratus meter, ia tentu bisa leluasa menatap istri pertama Jeon Jung Kook yang tengah mencoba berbagai macam dress. Bibirnya membentuk seringai. Sebentar lagi. Sebentar lagi semuanya akan berakhir. Ia merapal kalimat itu berulang-ulang.

Sa Na telah selesai dengan dress dan wanita ini masih membuntutinya. Topi hitam juga kacamata senada membuatnya terlihat berbeda. Ditambah gincu merah menyala menjadikan penyamarannya terasa sempurna.

Wanita stiletto putih berbelok ke kiri, setelah dalam jarak cukup dekat langsung meraih tangan Sa Na, menatap ke dalam mata jelaga wanita di hadapannya sungguh-sungguh. “Bergerak dengan tenang dan jangan berusaha kabur. Aku memiliki senjata yang bisa melumpuhkanmu saat ini juga.”

To Be Continued..

Pembaca yang Baik adalah Pembaca yang Meninggalkan Jejak *NgilangbarengSuga wkwk

[Behind The Scene]

Chapter 5. Adegan di mana Na Young mendatangi kamar Jung Kook.

Nayoung: “Kumohon, aku tidak ingin ada kesalahpahaman di sini.” (menatap Jungkook lima detik, menunduk)
Jungkook: (menutup buku) (hening)
Nayoung: “??? Jeon Jung Kook! Dialognya!” (berbisik pelan)
Jungkook: (masih diam)
Sana: (muncul dari kamar mandi) “Oh ayolah Jeong, aku bosan di kamar mandii.”
Jungkook: (garuk tengkuk) “Hehe. Sutradara-nim, aku lupa.” (pasang wajah polos)

[Semua crew & artis sweatdrop seketika]

-Tenda Istirahat Artis-

Semua pemain sedang berkumpul

Taehyung: “Kudengar rating Breathe makin meningkat.”
Yoon Gi: “Benar. Dan sayangnya aku hanya muncul sedikit.” (nada gak rela/?)
Sana: (mewek kejer/?) “Hiks. Kalian enak-enak saja sementara aku, aku dibenci karena jadi orang ketiga.”
>>

Nayoung,Yerin,Saena: “Tapi aktingmu bagus. Sangat totalitas.”
Sana: (dalam hati: totalitas gundulmu *emot pengen bejek orang*) “Hancur sudah reputasi manis manjaku.” *emot ingusan/?

.
.
.

A/N: Chapter depan puncak konflik. Ada yang sudah bisa nebak kenapa Sa Na bisa jadi istri Jung Kook? Tadinya aku mau ungkap di chapter ini tapi gak jadi deh wkwk *digampar.

6 thoughts on “Breathe [BTS Version] Chapter 6

  1. Akhirnya beban yg ditahan na young tumpah juga.. Apa sbnernya yg disembunyiin jungkook, dia diem aja malah bikin semuanya jadi ruwet ah kesel>,<
    Cewe baju item pasti jo sae na kan thor:v

    Liked by 1 person

Leave a comment